Bila ada salah satu keluarga kita mengalami patah tulang hal yang paling pertama diingat atau diberi saran oleh orang terdekat yang berada di sekitar kita, adalah untuk segera di urut ketukang urut atau lebih dikenal dengan dukun patah tulang.
Praktik dukun patah tulang yang demikian ini paling banyak diminati masyarakat dibanding dokter ahli ortopedi, bisa jadi ini mungkin karena kurang populernya istilah dokter ortopedi dibandingkan dengan dukun.
Hampir di setiap daerah di negeri ini ditemui praktek seperti ini dengan sebutan dan istilah yang berbeda-berbeda disetiap daerahnya.
Seperti halnya di daerah Sumatera bagian Utara lebih dikenal dengan sebutan “Dukun Patah Pergendangan” mungkin pasien yang datang ke tempat ini selain ditarik-tarik dan diusap-usap juga di tepuk-tepuk seperti sedang bermain gendang oleh dukunnya (coba bayangkan betapa sakitnya si pasien mendapat gerakan tersebut ), ada lagi yang terkenal di daerah Sulawesi bagian Selatan dengan sebutan “Dukun Urut Saraf” dan “Sangkal Putung” untuk daerah Jawa dan sekitarnya.
Prinsip dasar dari praktik dukun ini adalah dengan membebat tulang yang patah yang terkena trauma dengan kain yang sebelumnya di olesin dengan ramu-ramuan serta minyak sambil menarik atau membengkokkan (manipulasi) tulang yang patah tersebut berdasarkan pengetahuan yang didapat secara otodidak/pengalaman hidup ataupun turun temurun dari sang dukun.
Menurut dr.Hendrian Chaniago, M. Kes, Sp.OT dokter Ortopedi dan Traumatologi alumni FK UNHAS Makassar, penanganan yang diberikan dukun menyebabkan penambahan cedera tambahan baru akibat manipulasi gerakkan yang dilakukan dukun dan akibatnya bentuk tulang yang patah bertambah remuk dan berubah bentuk. Perubahan bentuk ini dikenal dalam ilmu Ortopedi dan Traumatologi dengan sebutan “deformitas” dan bila dibiarkan “deformitas” ini, atau tidak ditindakin oleh dokter Ortopedi mengakibatkan tulang yang patah bisa sembuh menyambung dengan kondisi bengkok dan kaki pendek sebelah/pincang, “deformitas” patah tulang ini bisa juga mengakibatkan tidak menyambung sama sekali “non union” yang membentuk sendi baru palsu “pseudoarthrosis” yang pada akhirnya bisa mengakibatkan “osteoarthritis secondary, kata dokter yang juga seorang anggota Polri yang berpangkat Komisaris Polisi yang saat ini berdinas di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar.
Lebih lanjut menurut dokter yang lebih akrab disapa dengan dr.Chan ini menerangkan bahwa pada dasarnya tulang yang patah itu bila saling berdekatkan bisa sembuh dan menyambung dengan sendirinya (kebanyakan bengkok), namun tetap menyarankan agar pasien harus mendapat tindakan pertama langsung berobat ke Rumah Sakit baik itu retak, keseleo, patah tertutup, apalagi patah terbuka.
Juga harus diperhatikan faktor resiko yang disebabkan oleh patah tulang tesebut karena ancaman terberat justru disebabkan oleh patah tulang tertutup yaitu “compartment syndrome” yakni bengkak dan nyeri yang sangat hebat akibat tidak adanya aliran darah pada daerah tulang yang patah dan ini termasuk kasus emergency dalam bidang ortopedi sehingga dapat menyebabkan kematian jaringan/organ dan terancam akan tindakan amputasi, demikian hal yang dipertegaskan kembali oleh dr.chan yang juga berpraktek di Rumah Sakit Hermina Makassar.
Masyarakat juga dihimbau untuk tidak khawatir berobat ke dokter ortopedi. “Selama ini banyak yang beranggapan kalau ke dokter pasti akan dioperasi, padahal itu tidak benar sepenuhnya karena ada kasus-kasus tertentu malah lebih bagus tidak di oprasi,” cetus dr.chan, karena sebelum memutuskan terapi untuk patah tulang, dokter akan menilai kasus tersebut perlu operasi atau tidak, dan kalaupun diputuskan untuk operasi mengenai pembiayaan tidak lagi di risaukan oleh pasien dan keluarga karena telah ditanggung oleh jaminan kesehatan masyarakat (BPJS).
good job dr.Chan, Semoga suksess,..
Terimakasih saudara dimana sekarang dikau berada
Assalamualaikum
Semoga Allah SWT. selalu memberikan keberkahan dalam hidup dr. Chan.
Sy adalah salah satu pasien anda, yang skarg masih tahap penyembuhan. Pasca kecelakaan bnyak keluarga dan rekan yang menyarankan untuk diurut saja di dukun2 (tukang urut) yg bbrpa direkomendasikan. Namun bbrp tmn dokter Yg sy kenal menyarankan agar sy sebaliknya langsung mnemui dr. Ortopedi. Jdi tnpa berfikir pjg sy langsung melakukan foto rontgen dan mengikuti instruksi dri dokter.
Dan kini setelah proses reduksi (digips) yg pjg gipsnya di atas mata kaki sampai paha bagian atas, dan sy merasa sulit skali bergerak, termasuk pada saat ingin BAB, Dan sekarang pada gips ada sedikit retak di bagian lutut, pada saat menggerakkan jari2 (naik-turun) sambil meraba bagian yg retak, dan saya rasakan goyangan pd area yg retak.
Pertanyaan sy:
1. Apakah tidak mengapa gips sy yg retak itu sy isolasi dengan latban bening guna menghindari retak yg melebar.
2. Instansi tmpat sy bekerja menyarankan sy untuk istirahat maksimal sebulan di rumah, dikarenakan kondisi sy yg sangat terbatas, apalagi sangat sulit jika ingin BAB. Dan pimpinan sy menyarankan jg agar sy mendapatkan surat keterangan istirahat.
Apakah dalam kondisi ini, dr. Ortopedi bisa mengeluarkan keterangan istirahat selama 3-4 minggu.? Karena surat istirahat yg sy dapat hanya berlaku sampai 3 hari. Dan telah selesai.
Demikian pertanyaan dan permohonan sy, Jazakallah Khoiran Khatsiran.
Terimakasih…atas tanggapannya,saya coba jawab
1. Untuk gyps yang retak berarti fungsi reductionnya terhambat, jadi saran saya agar segera kembali ke RS untuk dilakukan perbaikan pemasangan gyps tersebut.
2. Untuk surat keterangan sakit hanya dapat kami keluarkan dan dalam pengeluarannya tidak boleh diwakili.
Semoga dapat bermanfaat.