بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
إن الحمد لله، نحمدُه ونستغفره ونستعينه ونستهديه ونعوذُ بالله من شرورِ أنفسنا ومن سيئاتِ أعمالنا، من يهْدِ اللهُ فلا مضِلَّ له ومن يضلل فلا هادي له.
وأشهد أنْ لا إله إلا اللهُ وحده لا شريك له وأشهد أنَّ محمداً عبدُه ورسولُه، لا نبي بعده.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
أم بعد
فإن أصدق الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وسلم وشر الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار
BENCANA LIDAH
Bencana lidah amat banyak ragamnya, bisa terasa manis di hati dan banyak pemicunya yang berasal dari tabiat. Tidak ada cara yang bisa menyelamatkan dari bencana ini kecuali dengan diam.
BENCANA TERSEBUT
GHIBAH
Alquran telah menjelaskan larangan ghibah ini dan menyerupakan pelakunya dengan pemakan bangkai.
وَلاَ يَغْتِبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُ وَاتَّقُوْا اللهَ إِنَّ اللهَ تَوَّابٌ رَحِيْمٌ
“Dan janganlah sebagian kalian mengghibahi sebagian yang lain. Sukakah salah seorang dari kalian memakan daging bangkai saudaranya yang telah mati, pasti kalian membencinya. Maka bertaqwalah kalian kepada Allah, sungguh Allah Maha Menerima taubat dan Maha Pengasih”. [Al Hujurat :12]
Dalam hadist yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim “Sesunguhnya darah, harta dan kehormatan kalian haram atas diri kalian”.
Memakan bangkai hewan yang sudah busuk saja menjijikkan, namun hal ini masih lebih baik daripada memakan daging saudara kita. Sebagaimana dikatakan oleh ‘Amru bin Al-‘Ash Radhiyallahu ‘anhu.
عَنْ قَيْسٍ قَالَ : مَرَّ عَمْرُو بْنُ العَاصِ عَلَى ببَغْلٍ مَيِّتٍ, فَقَالَ : وَاللهِ لأََنْ يَأْكُلَ أَحَدُكُمْ مِنْ لَحْمِ هَذَا (حَتَّى يمْلأَ بَطْنَهُ) خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيْهِ (الْمُسْلِمِ)
“Dari Qais, dia berkata: ‘Amru bin Al-‘Ash Radhiyallahu ‘anh melewati bangkai seekor bighol (hewan hasil persilangan kuda dengan keledai), lalu beliau berkata: “Demi Allah, salah seorang dari kalian memakan daging bangkai ini (hingga memenuhi perutnya) lebih baik baginya daripada ia memakan daging saudaranya (yang muslim)”.
Makna ghibah disini adalah menyebut-nyebut orang lain yang tidak ada disisimu dengan suatu perkataan yang membuatnya tidak suka jika mendengarnya.
Dalil yang menguatkan hal ini, yaitu saat Nabi Shallahu Alaihi wa Sallam ditanya tentang ghibah. Maka beliau menjawab, “engkau menyebut-nyebut saudaramu dengan sesuatu yang tidak dia sukai”
Orang itu bertanya lagi, “bagaimana pendapat Engkau jika pada diri saudaraku itu memang ada yang seperti kataku wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab, “jika pada diri saudaramu itu ada yang seperti katamu, berarti engkau telah menghibahnya, dan jika pada dirinya tidak ada yang seperti katamu, berarti engkau telah mendustakannya”. (diriwayatkan Muslim dan At-Tirmidsy).
Apapun yang dimaksud untuk mencela, maka itu termasuk dalam ghibah, entah perkataan atau lainnya, seperti kerdipan mata, isyarat ataupun tulisan dan berarti walaupun lisan ini diam tidak berkata mamun bahasa tubuh dan bahasa hati berbicara pun termasuk dalam kategori ghibah.
Jenis ghibah yang paling buruk ialah ghibahnya orang zuhud yang hendak membanggakan diri, seperti “kasian benar orang itu , yang telah diuji dengan bencana besar. Semoga Allah mengampuni dosa kita dan dosanya”.
Dia pura-pura memanjatkan doa, tapi menyembunyikan maksud buruk didalam hatinya.
Ketahuilah bahwa orang yang mendengarkan ghibah juga terlibat dalam perkara ghibah ini, dan dia tidak lepas dari dosa seperti dosa orang yang menggibah, kecuali jika dia mengingkarinya dengan lidahnya, atau minimal dengan hatinya.
Jika memungkinkan memotong ghibah dengan mengalihkan ke pembicaraan lain, maka hendaklah dia melakukan nya.
HUKUM GHIBAH
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَال : قَالَ رَسُوْلُ الله : مَرَرْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِيْ عَلَى قَوْمٍ يَخْمِشُوْنَ وُجُوْهَهُمْ بِأَظَافِرِيْهِمْ, فَقُلْتُ : يَا جِبْرِيْلُِ مَنْ هَؤُلآءِ؟ قَالَ : الَّذِيْنَ يَغْتَابُوْنَ النَّاسَ, وَيَقَعُوْنَ فِيْ أَعْرَاضِهِمْ
“Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ”Pada malam isra’ aku melewati sekelompok orang yang melukai (mencakar) wajah-wajah mereka dengan kuku-kuku mereka”, lalu aku bertanya: ”Siapakah mereka ya Jibril?”. Jibril menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang mengghibahi manusia, dan mencela kehormatan-kehormatan mereka”.
Pengghibah akan diberi ganjaran oleh Allah swt seperti bunyi hadist ini.
SEBAB-SEBAB TERJATUHYA DALAM BERGHIBAH
GHIBAH YANG DI TOLERIR (Dosa Ghibah Dianggap Tidak Ada)
TEBUSAN GHIBAH
Adapun tebusan ghibah disesuaikan dengan dua pelanggaran yang dilakukan orang yang melakukan ghibah yaitu:
Jika ghibah belum didengar orang yang di ghibah, permohonan maaf cukup dengan memohon ampunan bagi orang tersebut, agar dia tidak mendengar apa-apa yang belum diketauhuinya, sehingga hatinya bisa menjadi lapang.
Mujahid berkata : “Tebusan yang memakan daging saudaramu ialah dengan cara memuji dirinya dan mendoakan kebaikan baginya, begitu pula jika orang tersebut sudah meninggal.
BAGAIMANA JIKA YANG DIGHIBAHI ADALAH ORANG KAFIR?
Imam As-Shan’ani berkata: “Perkataan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (dalam hadits Abu Hurairah di atas) أَخَاكَ (saudaramu) yaitu saudara seagama. Ini merupakan dalil bahwasanya selain mukmin boleh dighibah”.
Ibnul Mundzir berkata: ”Dalam hadits ini ada dalil bahwasanya barang siapa yang bukan saudara (se-Islam) seperti Yahudi, Nasrani, dan seluruh pemeluk agama-agama (yang lain), dan (juga) orang yang kebid’ahannya telah mengeluarkannya dari Islam, maka tidak ada (tidak mengapa) ghibah terhadapnya”.
Bagaimana jika kita memberi laqob (julukan) yang jelek kepada saudara kita, namun saudara kita tersebut tidak membenci laqob itu, apakah tetap termasuk ghibah?
Imam As-Shan’ani berkata: “Dan pada perkataan Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam بِمَا يَكْرَهُ (dengan apa yang dia benci), menunjukan bahwa jika dia (saudara kita yang kita ghibahi tersebut) tidak membenci aib yang ditujukan kepadanya, seperti orang-orang yang mengumbar nafsunya dan orang gila, maka ini bukanlah ghibah”.
===================================
Di Salin dan di Sadur kembali dari beberapa kitab dan jumhur ulama sbb:
Kitab Minhajul Qashidin
(Jalan Orang Orang Yang Mendapat Petunjuk)
Al Imam Asy-Syaikh Ahmad bin Abdurrahman bin Qudamah Al Maqdisy
(Ibnu Qudamah)
Penerjemah Kathur Suhardi
Pustaka Alkautsar, Jakarta
===================================