Pertengahan dua tahun lalu, saya dihadapkan dengan pasien laka tunggal yang di konsul dari GP (General Practioner) yang kebetulan sedang berdinas di IGD pada salah satu RS swasta ternama dibilangan kecamatan manggala kota Makassar.
Karena pasien kasus laka tunggal ada sedikit problem dalam pengurusan jaminan kesehatannya, di akibatkan tidak ada klausul penjaminan dari Jasa Raharja untuk kasus laka tunggal seperti ini.
Namun sebagai dokter dan RS, alasan administratif tersebut bukan menjadi hambatan dan kendala dalam pelayanan kesehatan terhadap pasien.
Tetap mendahulukan pelayanan pasien sambil bersamaan mencari solusi agar pasien dan keluarga menyelesaikan permasalahan administrasi yang ada atau berusaha memilih jalur lain (BPJS/Umum).
“Kehilangan jaringan kulit dan otot pada pangkal tulang betis kiri bagian depan” atau “Masive Skin defect at Antero Proximal of Left Tibia” berupa diagnosa dan problem berikutnya yang dihadapi setelah tindakannya pembersihan luka secara pembedahan (Surgical debridement).
Problem ini muncul karena kehilangan secara luas jaringan otot dan kulit dan langsung permukaan tulang yang terpapar/terekspose dengan udara/lingkungan luar merupakan suatu kontraindikasi dalam proses transfer jaringan kulit (skin graft) untuk menutupi tulang tersebut.
Dengan kondisi ini secara ke ilmuan Orthopedi tindakan yang benar adalah tindakan transfer jaringan otot berikut pembuluh darahnya serta kulitnya sekaligus yang dikenal dengan (flap).
Setelah edukasi kepada pasien dan keluarga, serta didapati keputusan tertulis dari pihak keluarga untuk perawatan luka saja tanpa bersedia jenis tindakan yang lain diakibatkan karena salah satu faktor yang tidak dapat dijelaskan serta kesediaan keluarga menerima segala resiko yang bakalan dihadapi kedepan yaitu infeksi/Osteomyelitis, nyeri, gangguan pertumbuhan tulang karena masih adanya lempeng epiphysis dan kekakuan sendi lutut.
Sebagai dokter kewajiban telah dilaksanakan dan hak pasien mendapat penjelasan dari dokter dan keputusan tetap “Mutlak dari Pasien” akan tetapi pelayanan yang terbaik tetap dilaksanakan dengan standard medis yang ada.
Setelah berdiskusi dengan teman perawat diputuskan untuk berkolaborasi dengan tenaga perawat homecare dari perawat yang tersertifikasi CWCCA makasaar secara sukalera dengan menerapkan Metode “TIME ( T1/T2/T3)” agar pasien bisa pulih seperti sedia kala dan tetap melaporkan perkembangannya kepada dokter.
Setelah 9 bulan perawatan HomeCare pasien dilaporkan lukanya sembuh walau ada keterbatasan pergerakan sendi yang harus diperbaiki dan menjadi PR berat berikutnya.
Semoga bermanfaat
==========================================
NOTE: Pengambilan foto sudah seijin pasien/keluarga asal dilakukan pemudaran warna dari aslinya.
==========================================